Meeting Nichole, an AISEC Internship Volunteer

It’s been soo long since I post it with English. But slow but sure, I’ll try to post with English language regularly. :3

Two days ago, I met a German in Trans Semarang *usually called BRT*. Her name is Nichole. She is an English teacher and currently volunteering herself as an elementary teacher in Ungaran, Central Java. After a short chit chat I knew that she joined AISEC Internship in Indonesia for two months. So I practically introduced my self as an old undergraduate Student in Yogyakarta and still in her summer break so I met her in BRT 😐

We discuss many things such as she enjoying how nice Indonesian people treat her as stranger in their country. how much she love to teach Indonesian elementary student. She said, I thought they do understand my explanation very well although they haven’t speak English yet. Continue reading

Ravie de te recontrer, Norma

Belajar bahasa Prancis bukan perkara mudah buatku. Bunyi bahasa Prancis melulu menggunakan tenaga dalam, maksudku tenggorokan 😀 yang membuat orang sepertiku mengerahkan tenaga ekstra hanya untuk berlatih melafalkannya. Maka aku takut jika bertemu orang prancis. Takut kalo mereka tidak mengerti bahasa Inggris (aku pernah membaca sebuah artikel yang bercerita tentang keengganan orang Prancis belajar bahasa Inggris dari zaman Napoleon).

Tapi akhirnya aku dipertemukan juga dengan cewek Prancis beberapa minggu yang lalu. Untungnya, tidak seperti yang kutakutkan, cewek cantik ini sangat fasih berbahasa Inggris… sehingga perkenalan kami menjadi seru karena bisa nyambung 🙂

Kadang menunggu itu menyenangkan juga

Salah satu hal yang sebisa mungkin kuhindari adalah menunggu! Tapi kadang saat terpaksa tak ada pilihan yang lain, apa boleh buat, aku tetap harus menunggu. Siang itu aku sedang menunggu jam terbang selama dua jam ketika aku melihat ada sebuah tempat kosong untuk duduk di pojok ruangan. Aku tersenyum kepada pasangan Bule yang duduk tepat di sebelahku dan sekadar berbasa-basi apakah mereka sedang liburan, dilihat dari tas ala backpacker mereka. Karena si cewek bule menjawab pertanyaanku dengan fasih dalam bahasa Inggris, aku dengan iseng bertanya,”so, where are you come from?” “I and my boyfriend from France,” jawabnya. Sempat melongo sejenak sebelum menguasai diri lagi, akupun mengomentari bahasa Inggrisnya yang fasih untuk ukuran non native speaker (kayak aku, huek 😀 )

4147_1168115482947_7141814_nLalu kami berkenalan…

<— this is Norma
Continue reading

Sebuah Motto Lama yang (AMPUH) Part 1

language is not everything but everything without language is nothing

bahasa bukanlah segalanya tetapi segalanya tanpa bahasa takkan menjadi apa-apa..
keepcalmstudio-com-crown-get-curious-and-learn-languages    Motto di atas adalah motto lama bagian pengembangan bahasa (central language improvements/CLI) dulu di Ma’hadku tercinta. Motto itu nggak muluk-muluk kok. Karena memang begitu adanya. aku membuktikannya ketika untuk pertama kali merasakan udara di luar negeri tercinta lewat kesempatan umrah.

Ceritanya begini. Aku dan keluarga ikut penerbangan tengah malam Etihad Airways menuju Abu Dhabi, UAE. Rombongan umrah kami boarding di terminal 2 bandara Internasional soeta pukul 01.00 WIB. Perbedaan begitu terasa dari pesawat yang kunaiki sebelumnya *gausah sebut merk* waktu memasuki pesawat Etihad melalui garbarata. Sambutan dari Mas-mas dan mbak-mbak pramugari (otomatis bule semua) yang welcoming banget membuat penumpang yang baru masuk merasa nyaman. Begitulah yang kurasa, setidaknya. 😀

Aku, Umi, Nuha dan abah duduk berderetan. Kebetulan seat kami agak di bagian belakang. Oia pesawat ini cukup besar, setidaknya dari informasi yang kubaca di papan depan garbarata, dapat memuat 500 penumpang. Jadi untuk sampai di seat, kami melewati 3 kamar mandi yang membatasi beberapa kabin: satu kabin khusus Diamond class (first class) dan tiga kabin coral economy class (seat ku). Dua kabin terdepan diidominasi oleh mas-mas dan mbak-mbak bule.

Continue reading

Forbes: An Interesting Topic about High Tuition nowadays

Few industries today have a
worse business model than
higher learning institutions.
Simply put, colleges are slowly
pricing themselves out of
existence. Tuition has
consistently increased faster than
inflation and household income,
to the point that it is now four
times more expensive to attend
college than it was a generation
ago. The result is that the
average college senior carries
$25,000 in student loans at
graduations. Continue reading

Kaliwungu dan Amsterdam

Shomad mengerjapkan matanya, mengumpulkan kesadaran dan melihat sekelilingnya. Oh, dia ingat sekarang. Kursi yang didudukinya bernomor 13 pesawat tujuan Amsterdam, Belanda. Dalam tidurnya yang kurang nyaman dia bermimpi aneh.

Bagaimana tidak aneh jika dalam mimpinya dia sudah tiba di Belanda. Akan tetapi mimpinya tentang Negeri Kincir Angin ini sangat jauh dari harapan. Saat tiba di bandara Schipol, bukan Nona yang menjemputnya tapi ibunya. Masih bingung akan bayangannya tentang Belanda yang sangat berbeda, keduanya memilih untuk menaiki taksi menuju tempat antah berantah.

Bukannya menuju salah satu rumah indah ala Belanda, tetapi (lagi-lagi) tujuannya adalah sebuah perempatan yang hiruk-pikuk. Dia berpikir keras sebelum menyadari bahwa tempat yang penuh dengan pedagang jajanan yang lezat ini adalah perempatan sawahjati. Ibu menatapnya lembut dan menepuk lembut pundak Shomad. Seketika Shomad tersadar dari lamunannya. Aku hanya bermimpi… Continue reading

Aku Rupanya Jauh lebih Kecil

Langit Kaliwungu bersinar dengan bersahabat siang ini. Tidak terlalu panas seperti seminggu terakhir. Shomad sesekali menyapa orang yang dikenalnya di jalan kampungnya. Suasana hatinya saat ini amat baik. Dengan menenteng ransel gunung andalannya, dia akan berangkat ke Eropa. Setelah lama bergolak dengan keputusan diri sendiri untuk berangkat atau tidak. Well, akhirnya dia memutuskan untuk berangkat juga. Selama seminggu batinnya bergolak untuk keputusannya saat ini.

Dari Kaliwungu dia naik kereta ekonomi menuju gambir, karena tarifnya yang merakyat sekali: cukup Rp. 28.000 anda sudah akan sampai di Jakarta, tentunya dengan suasana khas kereta ekonomi. Keluar dari stasiun Gambir, dengan bus kota Damri Shomad meluncur ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dia menyaksikan realita kehidupan di ibukota dengan hati miris. Macet dimana-mana. Rumah kumuh di beberapa sudut. Dan panas. Entah sampai kapan Ibukota RI ini bisa sembuh dari penyakit-penyakit kronisnya. Continue reading

Aku Menunggumu

Langit Rotterdam di awal musim semi sore hari begitu sejuk. Si nona mempercepat langkahnya pulang. Sudah seminggu ini dia menghabiskan waktu di pusat Modelling Dunia, Paris. Saking sibuknya, dia lupa membalas chat terakhir untuk teman baiknya di facebook (Masih inget om shomad, kan?).

Ketika berjalan memasuki rumah, si nona hanya menyapa mamanya dengan pelukan sekilas, tak menghiraukan pertanyaan sang mama: kamu pulang naik apa, sayang?, dan langsungngeloyor masuk kamarnya. Sudah menunggu di sudut kamarnya sebuah komputer yang tengah menyala. Hm, mungkin baru saja dipakai Lily.

Dan setelah berhasil login ke akun facebooknya, nona terpaku menatap pesan terakhir yang dikirimkan oleh om Shomad:
Non, bagaimana harus kukatakan padamu tentang perasanku saat ini? Aku sangat senang sekali jika bisa mengunjungimu dan keluarga nun di Belanda sana. Alangkah bahagianya bisa melanjutkan silaturahmi (pertemanan) kita. Tapi Aku tetap lelaki normal yang sangat malu, karena ingin mengunjungimu, tetapi mengandalkan uangmu. Lalu, apa bedanya Aku dengan lelaki parasit yang hanya bisa memanfaatkan teman yang baru saja dikenalnya? 😥 Continue reading