Shomad mengerjapkan matanya, mengumpulkan kesadaran dan melihat sekelilingnya. Oh, dia ingat sekarang. Kursi yang didudukinya bernomor 13 pesawat tujuan Amsterdam, Belanda. Dalam tidurnya yang kurang nyaman dia bermimpi aneh.
Bagaimana tidak aneh jika dalam mimpinya dia sudah tiba di Belanda. Akan tetapi mimpinya tentang Negeri Kincir Angin ini sangat jauh dari harapan. Saat tiba di bandara Schipol, bukan Nona yang menjemputnya tapi ibunya. Masih bingung akan bayangannya tentang Belanda yang sangat berbeda, keduanya memilih untuk menaiki taksi menuju tempat antah berantah.
Bukannya menuju salah satu rumah indah ala Belanda, tetapi (lagi-lagi) tujuannya adalah sebuah perempatan yang hiruk-pikuk. Dia berpikir keras sebelum menyadari bahwa tempat yang penuh dengan pedagang jajanan yang lezat ini adalah perempatan sawahjati. Ibu menatapnya lembut dan menepuk lembut pundak Shomad. Seketika Shomad tersadar dari lamunannya. Aku hanya bermimpi… Continue reading