Haruskah Saya Mundur?

Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa kedua orangtuaku..

Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku semenjak aku masih kecil…

 

Ya Allah, yang Maha Tahu atas segala yang disembunyikan manusia

Bimbinglah aku menuju nur-Mu, Cahaya kebenaran-Mu

Jangan biarkan aku tenggelam dalam kegelapan dan kenistaan

Tunjukannlah untukku jalan yang lurus, jalan bagi orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat

 

Ampuni aku Ya Rabb, karena sudah mengharapkan hal yang tidak sepantasnya kuharapkan, mohon ampuni hamba yang lemah ini.. Maafkan aku yang terlalu mengedepankan perasaan, maafkan aku yang terlalu terhanyut dalam haru-birunya cinta semu, maafkan aku akan khilafku itu…

Jika memang itu cinta, kenapa harus serumit ini?

Jika memang sayang, haruskah menyakiti?

Jika memang mencintai, mengapa tidak menunggu halalnya cinta?

Jika memang tulus, mengapa begini membingungkan?

Dan masih akan ada seribu pertanyaan lagi untuk kisah yang satu ini…

Aku akan mundur, jika memang ini yang terbaik

Aku akan menjadi satu-satunya hal yang tidak bisa dia miliki seutuhnya…

Selamat tinggal, cinta lamaku

Selamat datang, cinta baruku.. Aku siap menyambutmu, seutuhnya.. in LOVE

Nuansa Surgawi

Beberapa minggu yang lalu, sebelum menginjakkan kaki di tanah Arab, aku tak pernah membayangkan akan tinggal hanya 150 meter jauhnya dari Masjid Nabawi. Masjid madani. Masjid tanda peradaban Muslim pertama di dunia. Masjid Rasulullah. Air mataku menetes satu-satu ketika melangkahkan kaki dari hotel menuju Masjid Nabawi, sambil menghirup napas dalam-dalam, merasakan setiap detik momen itu…

Pasar Masjid

Aku menginap di hotel Mubarok Al-Masi, hanya satu blok sampai ke gerbang Masjid sisi kanan pojok. Dari hotel menuju masjid, aku melewati pasar dadakan di sepanjang blok, membujur panjang para penjual parfum, kerudung, Al-qur’an, dan lain-lain… Yang paling membuat hati miris, masih ada saja pengemis-pengemis diantara para pedagang Masjid itu di Kota semakmur Madinah.

Indonesia, murah.. murah.. Khamsa riyal, lima riyal..

Teriakan-teriakan berbahasa arab bercampur aduk dengan teriakan pedagang yang mencoba berbahasa Indonesia. Waktu itu masuk pertengahan bulan rajab, yang artinya jumlah pengunjung dari tanah air sedang tinggi-tingginya. Para pedagangpun menawarkan dagangannya dengan sedikit bahasa indonesia agar terdengar familiar di telinga orang kita.

Nuansa Surgawi

Satu hal yang sangat kuingat dari cerita Mbah Mun, Abah atau Ummi tentang masjid Nabawi adalah tentang secuil taman dari Surga di dalam masjid yang bernama Raudhah. Aku sangat ingin mengerjakan sholat di sana. Tetapi perlu satu judul khusus untuk membahas Raudhah ini. Karena cara masuknya sangat antre dan membutuhkan kesabaran ekstra. Untuk jamaah perempuan tidak setiap waktu bisa mengunjungi Raudhah. Peminat Raudhah sangat tinggi karena dikenal sebagai tempat yang mustajab (do’a akan terkabul jika kita berdo’a di Raudhah). Karena antrean itulah jamaah umrah rombonganku baru bisa memasuki Raudhah keesokan harinya. Alhamdulillah kami berkesempatan mengerjakan beberapa rakaat shola Dhuha di sana…

Satu hal yang membuat setiap orang yang mengunjungi masjid nabawi bersemangat untuk melaksanakan jamaah sholat yaitu karena semua orang terlihat berlomba-lomba pergi ke masjid sebelum waktunya, masjid selalu ramai diisi oleh orang yang beribadah… benar-benar kental akan nuansa surgawi. Bacaan surat dalam sholat di Masjid Nabawi pun panjang-panjang, membuat sholatku semakin tuma’ninah.

Zam-zam di setiap sudut

Tak perlu takut kehausan selama di dalam masjid Nabawi karena banyak terdapat galon-galon air zamzam hampir di setiap penjuru masjid.Tak perlu repot juga membawa botol karena memang telah disediakan pula fasilitas untuk minum-gelas plastik dari kerajaan saudi Arabia. Pokoknya, selama di sana, kita bisa fokus ibadah.. Ibadah.. dan hanya ibadah sepuasnya!

Ya Allah, terimalah ibadah kami…

Laki-laki (*) Perempuan

Aku menulis ini bukan karena aku jauh lebih mengenal laki-laki dari orang lain. Aku hanya mengira-ngira…

Laki-laki dan perempuan sudah berbeda memang dari sana-nya. Laki-laki kuat, tetapi dalam beberapa titik mereka lebih lemah daripada perempuan. Buktinya, laki-laki lah yang tergoda oleh perempuan. Bukannya perempuan yang tergoda oleh laki-laki. Bukti yang lain? Oke. Perempuan jauh lebih kuat hidup sendiri dibandingkan laki-laki. Bukankah umumnya, para kaum bapaklah yang buru-buru memperistri wanita baru pasca ditinggal oleh almarhumah istri ‘tercinta-nya’? Masih kurang juga? Laki-laki tak tahan melihat wanita menangis… Walaupun, walaupun, walaupun dia tahu itu hanya air mata palsu…

Yang membedakan laki-laki dan perempuan…

Apakah aku masih terkena Do-min-joon’s effect (You Who came from the stars, Korean Drama 2014) setelah berbulan-bulan dramanya lewat ya… Kok bunyi-bunyinya agak menyerupai kutipan-kutipan dari drama korea terkenal ituh ^5345452*&%^$#

Yang membuat laki-laki dan perempuan berbeda diantaranya; Laki-laki biasanya selalu berkata apa yang memang ingin dia katakan, sedangkan perempuan sebaliknya. Perempuan cenderung mempunyai beberapa maksud sekaligus dalam sekali jawaban..

Laki-laki akan semakin kuat jika disakiti. Sedangkan perempuan…

Jika perempuan disakiti, kemungkinan ada dua hal yang bisa terjadi; jatuh ke lubang yang paling dalam atau.. menjadi lebih kuat sekaligus menjadi sosok yang menakutkan-Jahat.

Perempuan tipe kedua inilah yang lebih menghawatirkan dari yang tipe pertama. Karena perempuan yang kedua benar-benar berubah menjadi penyihir jahat setelah disakiti oleh laki-laki. Dia dapat melakukan hal-hal yang tak pernah terbayangkan.

 

Ingatlah wahai kaum pria, indra keenam perempuan jauh lebih kuat dari kekuatan super terkuat di dunia… sehingga ketika Ia menjadi sosok yang jahat, Ia benar-benar berubah menjadi penyihir yang sangat jahat!

 

*Mungkin itulah yang diperankan oleh tokoh antagonis wanita di sinetron-sinetron menegangkan Indonesiya.. *mungkin*

Aihh, pas baca tulisan ini, tolong jangan terlalu serius yah, bisa-bisa pusing  jadinya hehehe…

Tapi bisa juga sih kalo mau dibuktikan kebenarannya.. silahkan…

Masa Kecil yang (sangat) Bahagia

Setiap orang punya versi masing-masing tentang bahagia. Begitupun aku. Masa kecilku menurutku sangat bahagia, karena aku pada saat itu belum mengenal benda-benda masa kini semacam handphone, komputer, tablet pc, games online, internet dan teman-temannya. Kenapa begitu? Kerena masa kecilku akan terasa hampa jika hanya kuhabiskan bermain dengan benda-benda itu. Karena pada dasarnya, sekarang, benda-benda itulah yang selalu berputar di sekelilingku. Terkadang, terlalu menganggu…

Cah Kaliwungu

Aku belum terlalu cocok untuk disebut anak kota, tetapi juga tidak memper untuk dipanggil cah ndeso #ngeles haha. Tetapi syukurlah, walopun ortu akhirnya berpindah dari villa mertua indah menuju tempat yang sedikit lebih kota (kenyataannya jauh lebih sepi dibanding Kaliwungu), aku sudah dibiasakan berbahasa jawa sejak belia. Kalo kata ummi sih, biar nggak jadi kacang yang lupa sama kulitnya. Bahasa Indonesia sangat mudah dipelajari, bisa nanti-nanti. Apalagi bahasa Inggris, SD pun aku sudah mempelajarinya. Karena darah Jawa mengalir dari kedua garis Ayah dan Ibu–Abah asli Magelang dan Ummi berasal dari Kaliwungu, belajar tutur bahasa jawa sangat penting, terutama untuk mempererat silaturahmi dalam keluarga besar.

Pada 5 tahun pertama pernikahan Abah dan Ummi masih menumpang di Villa Mertua Indah di Kaliwungu, yang kemudian membuatku tumbuh berkembang semasa golden age (1-5 tahun) dan 8-11 tahun di sana. Karena itulah aku tidak punya banyak teman di sekitar Kendal (rumah ortu yang sekarang). SMP dan SMA kuhabiskan waktuku belajar di Jawa Timur. Teman-teman masa kecilku, otomatis, cuma cah Kaliwungu dan sekitarnya saja… Continue reading